HOME

Kamis, 02 Juni 2011

Jebakan Cinta


Sejak muda, Mark Twain tidak mengakui keberadaan Tuhan. Tahun 1868, pria yang populer ini berkenalan dengan Olivia, seorang gadis cantik yang takut akan Tuhan. Mark jatuh cinta pada pandangan pertama kepada gadis yang dididik dalam keluarga Kristen yang taat itu. Olivia tahu bahwa Mark tidak percaya kepada Tuhan, tetapi cinta yang kuat seperti maut itu akhirnya mengantar Olivia menjadi istri Mark. Olivia menikah dengan syarat : Mark tidak boleh menghalanginya untuk beribadah. Mark memang memberi kebebasan kepada Olivia untuk beribadah, tetapi ia kerap mengatakan tidak melihat manfaat ibadah yang dilakukan istrinya itu. Waktu yang berjalan mengikis iman Olivia, kini imannya yang dulu berapi-api menjadi redup. Di satu titik, Olivia menjadi lesu, tidak lagi pergi beribadah, dan sama sekali tidak bersaat teduh seperti yang dulu.

Rumah tangga Mark dan Olivia sering dirundung malang. Dua orang anak mereka meninggal dalam usia yang muda. Kondisi ini tentu melukai hati mereka, terlebih Olivia. Mark kerap menemukan Olivia sedang menangis pada malam hari. Jika sudah demikian, Mark mencoba menghiburnya, "Apabila dalam kesedihan engkau merasa perlu berdoa dan pergi ke Gereja untuk menenangkan hatimu, lakukanlah! Aku mendukungmu dengan sepenuh hati." Namun Olive menjawab "Mark, sejak menikah denganmu, imanku semakin hari semakin pudar dan setelah sekian lama kita menikah, kini aku pun sudah tidak memiliki iman lagi kepada Tuhan." Betapa besar harga yang harus dibayar oleh orang benar yang kemudian kompromi dengan dosa demi mendapatkan keinginan dunia yang fana.

Banyak muda-mudi yang gagal mempertahankan imannya ketika berada di persimpangan cinta. Mengapa mereka masuk jebakan di lembah cinta dan terhilang di sana?

Pertama, tidak memegang prinsip bahwa terang tidak dapat bersatu dengan gelap (II Kor 6:14). Seorang pemuda atau pemudi memutuskan untuk menjalin hubungan dengan seorang yang tidak seiman karena berpikir imannya cukup kuat. Mereka pikir setelah menikah mereka mampu membawa pasangannya kepada Tuhan, atau paling tidak mempertahankan imannya. Kebanyakan yang nekat berbuat demikian mengalami kegagalan. Kenekatan seperti itu justru akan menjadi jebakan yang membawa celaka hidupnya.

Kedua, takut tidak akan mendapat pasangan hidup dan tidak sabar menunggu. Kekuatiran ini menjadi celah yang besar bagi seorang single, apalagi yang sudah berumur matang. Keinginan untuk segera mendapatkan status menikah membuatnya tidak berpikir panjang. Anak-anak Tuhan, bersabarlah karena iman memang membutuhkan kesabaran, tetapi akan membuahkan hasil yang manis. Percayalah kepada Tuhan dengan tetap menantikan pasangan yang seiman dan seimbang.

II Kor 6:14 Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?


 
Sumber : Manna Sorgawi Januari 2010 View(1949)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar