Kategori : Kasih |
Share4 |
Alkisah di sebuah desa hiduplah seorang wanita dengan wajah yang buruk rupa. Sedemikian buruknya sehingga para pemuda di desa itu menjauhinya. Di desa tersebut ada sebuah kebiasaan untuk memberi mas kawin dari pria yang hendak melamar gadis. Banyak tidaknya mas kawin yang diberikan tersebut tergantung dari kecantikan sang gadis. Jadi apabila gadis itu berwajah biasa-biasa saja, maka mas kawinnya berharga seekor kambing. Kalau lebih cantik lagi, jumlah kambingnya bertambah banyak. Dan yang terbanyak mas kawinnya sampai saat itu adalah mas kawin primadona di desa tersebut, sebanyak 10 ekor kambing. Setiap orang berguman tentang harga gadis jelek itu. Mereka berkata: "Ah, dia kan buruk rupa. Mana ada yang mau dengan dia. Jangankan seekor kambing, seekor ayampun pasti tidak ada yang mau membayarnya". Dan yang lain berkata: "Jangankan seekor ayam, membayarnya dengan bangkai ayam matipun pasti tidak ada yang mau." Dan mereka menertawakan nasib gadis malang yang buruk rupa itu. Gadis itu bolak-balik medengar gurauan mereka, dan hatinya menjadi sedih dan terluka. Harga dirinya rusak, dan dia sendiri hampir percaya, bahwa tidak ada seorangpun yang mau mengambil dia sebagai istri. Sampai suatu saat, tersiar kabar bahwa gadis buruk rupa itu disunting oleh pemuda dari desa seberang. Dan penduduk desapun bertanya-tanya, pemuda malang manakah yang gila meminang gadis buruk rupa itu? Mereka berbondong-bondong datang ke rumah orang tua gadis buruk rupa tersebut dan bermaksud menanyakan tentang kebenaran hal tersebut. Dan alangkah kagetnya mereka, ketika sampai di sana, mereka menemukan mas kawin dari pemuda itu. Mas kawinnya berupa sapi! Tidak pernah ada seorang wanita cantik manapun yang pernah diberi mas kawin semahal dan seberharga itu! Bahkan gadis tercantik di desa itu hanya seberharga 10 ekor kambing. Dan mereka lebih terkejut lagi ketika mendapatkan bahwa tidak hanya seekor sapi, tapi ada sepuluh ekor sapi di kandang di samping rumah gadis buruk rupa itu. Sepuluh? Ya sepuluh ekor sapi! Mereka tambah penasaran. Oleh sebab itu, penduduk berbondong-bondong berjalan ke desa seberang untuk melihat bagaimana nasib wanita buruk rupa itu. Berjuta pertanyaan muncul saat itu. "Kok pemuda itu gila ya? Matanya buta kali, nggak liat apa kalo dia jelek setengah mati?" "Ah jangan-jangan cuma dijadikan pembantu rumah tangga, pasti diberi makanan yang sedikit lalu dijual lagi ke pedagang budak belian." Ketika sampai di rumah pemuda tersebut, mereka melihat bahwa rumah tersebut amatlah mewah. Dindingnya diukir dengan amat indah. Dan mereka semakin yakin bahwa dugaan mereka tentang wanita malang ini akan dijadikan pembantu rumah tangga dan budak adalah benar. Ketika mereka mengetuk pintu, seorang pemuda yang amat tampan menyambut mereka. Dia memperkenalkan diri sebagai pemilik rumah. Mereka bertanya apakah mereka bisa bertemu dengan gadis tersebut. Sang pemuda kembali masuk ke rumah, setelah mempersilahkan mereka duduk di ruang tamu. Seorang wanita muda yang cantik datang menyambut mereka. Rambutnya tertata rapi, tutur katanya halus, dengan ramah ia mempersilahkan mereka mengambil makanan dan minuman. Penduduk bertanya, di manakah gerangan gadis yang berasal dari desa mereka? Apakah baik-baik saja? Di manakah ia sekarang? Wanita yang cantik tersebut menjawab, "Sayalah orangnya". Orang-orangpun melongo, melotot, dan tak mampu berkata-kata. Mereka bertanya? Apakah benar? Apakah mereka tak salah liat? Gadis itu kan jelek sekali, sementara wanita di depan mereka itu amat anggun, amat cantik. Wanita tersebut berkata, "Saya merasa cantik, ketika saya mengetahui bahwa suami saya menghargai saya dengan jumlah yang amat tinggi. Saya sadar bahwa dia berusaha berkata bahwa saya cantik, bukan seperti apa kata orang, tetapi karena dia mencintai saya sebesar itu. Sebagai balasannya, "Saya berusaha memberikan yang terbaik yang pernah saya bisa berikan, karena saya tahu, suami saya membeli saya dengan harga yang amat mahal. Saya berdandan dengan cantik, saya mengubah model rambut saya, dan berusaha menyenangkan hati suami saya. Dan inilah saya yang sekarang. Renungan : Ada seseorang yang menghargai kamu lebih dari sekedar 10 ekor sapi. Ada seseorang yang menghargai kamu dengan nyawanya sendiri. Nah sekarang, engkau tahu ada seseorang yang benar-benar mencintai engkau. Dan harganya adalah nyawanya sendiri. Gadis itu telah menghargai dirinya sendiri dengan baik. Dia tahu bahwa suaminya membelinya dengan harga yang amat mahal. Dan pertanyaannya sekarang, apakah balasanmu untuk-Nya yang telah membelimu dari dosa dengan menebusnya di atas kayu salib? Engkau berharga, untuk itulah Dia rela mati di atas kayu salib demi menebus dosa-dosa-Mu. Biarpun seluruh dunia berkata bahwa engkau tidak berharga, tapi engkau tetap berharga dimata-Nya. Suatu hari aku pernah bertanya secara pribadi kepada Daddy. Dad, sebesar apakah Engkau mengasihi aku? Dia menjawab dengan merentangkan tangan-Nya di atas kayu salib dan mati bagiku. Harga sebuah cinta dari-Nya adalah nyawa-Nya, Dia mati buat saya dan kamu. For God had such love for the world that He gave His only Son, so that whoever has faith in Him may not come to destruction but have eternal life. (John3:16). |
Sumber : Anonim View(681) |
Kamis, 02 Juni 2011
The Price of Love
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar